Media silaturahim informasi komunikasi kreasi sosialisasi dokumentasi dan publikasi civitas sekolah terpadu SMP SMA dan SMK Pembangunan Karangmojo Gunungkidul

18 Jun 2012

Penerimaan Siswa Baru 2012/2013

Sekolah terpadu SMP SMA dan SMK Pembangunan Karangmojo menerima siswa baru angkatan 2012/2013. Sesuai dengan ketentuan bahwa penerimaan siswa baru untuk SMA dan SMK dilakukan secara bersamaan dengan sekolah-sekolah lain, dan dimulai pada bulan Juli 2012. Tetapi untuk formulir pendaftaran sudah bisa diambil di Kampus SMA dan SMK Pembangunan Karangmojo. Tahun ini untuk SMK membuka 6 Kelas OTOMOTIF dengan 2 Jurusan yaitu TSM (tekhnik Sepeda Motor) dan TKR (Tekhnik kendaraan Ringan). Dikarenakan banyaknya calon yang akan mendaftar maka disarankan untuk mendaftar lebih awal setelah pendaftaran dibuka, karena kemungkinan besar akan langsung penuh secara cepat. Pendaftaran gratis. Untuk yang jauh disarankan untuk menempati asrama di PP Annur Srimpi Karangmojo Gunungkidul.

17 Jun 2012

Metode Ilmiah untuk Mencari Kebenaran

Metode ilmiah boleh dikatakan suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis. Karena ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh interelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode ilmiah berkehendak untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan pendekatan kesangsian sistematis. Karena itu, penelitian dan metode ilmiah mempunyai hubungan yang dekat sekali, jika tidak dikatakan sama. Dengan adanya metode ilmiah, pertanyaan-pertanyaan dalam mencari dalil umum akan mudah terjawab, seperti menjawab seberapa jauh, mengapa begitu, apakah benar, dan sebagainya.
Metode ilmiah dalam meneliti mempunyai kriteria serta langkah-langkah tertentu dalam Metode ilmiah bekerja. seperti di bawah ini.
Kriteria
1. Berdasarkan fakta
2. Bebas dari prasangka
3. Menggunakan prinsip-prinsip analisa
4. Menggunakan hipotesa
5. Menggunakan ukuran objektif
6. Menggunakan teknik kuantifikasi

Langkah-langkah
1. Memilih dan mendefinisikan masalah.
2. Survei terhadap data yang tersedia.
3. Memformulasikan hipotesa.
4. Membangun kerangka analisa serta alat-alat dalam menguji hipotesa.
5. Mengumpulkan data primair.
6. Mengolah, menganalisa serla membuat interpretasi.
7. Membual generalisasi dan kesimpulan.
8. Membuat Laporan

KRITERIA METODE IMIAH
Supaya suatu metode yang digunakan dalam penelitian disebut metode ilmiah, maka metode tersebut harus mempunyai kriteria sebagai berikut:
1. Berdasarkan fakta.
2. Bebas dari prasangka (bias)
3. Menggunakan prinsip-prinsip analisa.
4. Menggunakan hipotesa
5. Menggunakah ukuran objektif.
6. Menggunakan teknik kuantifikasi.

6.1. Berdasarkan Fakta
Keterangan-keterangan yang ingin diperoleh dalam penelitian, baik yang akan dikumpulkan dan yang dianalisa haruslah berdasarkan fakta-fakta yang nyata. Janganlah penemuan atau pembuktian didasar-kan pada daya khayal, kira-kira, legenda-legenda atau kegiatan sejenis.

6.2. Bebas dari Prasangka
Metode ilmiah harus mempunyai sifat bebas prasangka, bersih dan jauh dari pertimbangan subjektif. Menggunakan suatu fakta haruslah dengan alasan dan bukti yang lengkap dan dengan pembuktian yang objektif.

6.3. Menggunakan Prinsip Analisa
Dalam memahami serta member! arti terhadap fenomena yang kompleks, harus digunakan prinsip analisa. Semua masalah harus dicari sebab-musabab serta pemecahannya dengan menggunakan analisa yang logis, Fakta yang mendukung tidaklah dibiarkan sebagaimana adanya atau hanya dibuat deskripsinya saja. Tetapi semua kejadian harus dicari sebab-akibat dengan menggunakan analisa yang tajam.

6.4. Menggunakan Hipotesa
Dalam metode ilmiah, peneliti harus dituntun dalam proses berpikir dengan menggunakan analisa. Hipotesa harus ada untuk mengonggokkan persoalan serta memadu jalan pikiran ke arah tujuan yang ingin dicapai sehingga hasil yang ingin diperoleh akan mengenai sasaran dengan tepat. Hipotesa merupakan pegangan yang khas dalam menuntun jalan pikiran peneliti.

6.5. Menggunakan Ukuran Obyektif
Kerja penelitian dan analisa harus dinyatakan dengan ukuran yang objektif. Ukuran tidak boleh dengan merasa-rasa atau menuruti hati nurani. Pertimbangan-pertimbangan harus dibuat secara objektif dan dengan menggunakan pikiran yang waras.

6.6. Menggunakan Teknik Kuantifikasi
Dalam memperlakukan data ukuran kuantitatif yang lazim harus digunakan, kecuali untuk artibut-artibut yang tidak dapat dikuantifikasikan Ukuran-ukuran seperti ton, mm, per detik, ohm, kilogram, dan sebagainya harus selalu digunakan Jauhi ukuran-ukuran seperti: sejauh mata memandang, sehitam aspal, sejauh sebatang rokok, dan sebagai¬nya Kuantifikasi yang termudah adalah dengan menggunakan ukuran nominal, ranking dan rating

LANGKAH DALAM METODE ILMIAH
Pelaksanaan penelitian dengan menggunakan metode ilmiah harus mengikuti langkah-langkah tertentu. Marilah lebih dahulu ditinjau langkah-langkah yang diambil oleh beberapa ahli dalam mereka melaksanakan penelitian.
Schluter (1926) memberikan 15 langkah dalam melaksanakan penelitian dengan metode ilmiah. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan bidang, topik atau judul penelitian.
2. Mengadakan survei lapangan untuk merumuskan masalah-malalah yang ingin dipecahkan.
3. Membangun sebuah bibliografi.
4. Memformulasikan dan mendefinisikan masalah.
5. Membeda-bedakan dan membuat out-line dari unsur-unsur permasalahan.
6. Mengklasifikasikan unsur-unsur dalam masalah menurut hu-bungannya dengan data atau bukti, baik langsung ataupun tidak langsung.
7. Menentukan data atau bukti mana yang dikehendaki sesuai dengan pokok-pokok dasar dalam masalah.
8. Menentukan apakah data atau bukti yang dipertukan tersedia atau tidak.
9. Menguji untuk diketahui apakah masalah dapat dipecahkan atau tidak.
10. Mengumpulkan data dan keterangan yang diperlukan.
11. Mengatur data secara sistematis untuk dianalisa.
12. Menganalisa data dan bukti yang diperoleh untuk membuat interpretasi.
13. Mengatur data untuk persentase dan penampilan.
14. Menggunakan citasi, referensi dan footnote (catatan kaki).
15. Menulis laporan penelitian.

Dalain melaksanakan penelitian secara ilmiah. Abclson (1933) mcmberikan langkah-langkah berikut:
1. Tentukan judul. Judul dinyatakan secara singkat
2. Pemilihan masalah. Dalam pemilihan ini harus: a). Nyatakan apa yang disarankan oleh judul. b). Berikan alasan terhadap pemilihan tersebut. Nyatakan perlunya diselidiki masalah menurut kepentingan umum. c). Sebutkan ruang lingkup penelitian. Secara singkat jelaskan materi. situasi dan hal-hal lain yang menyangkut bidang yang akan diteliti.

3. Pemecahan masalah. Dalain niemecahkan masalah harus diikuti hal-hal berikut: a).
Analisa harus logis. Aturlah bukti dalam bnntuk yang sistematis dan logis. Demikian juga halnya unsur-unsur yang dapat memecahkan masalah. b). Proscdur penelitian yang digunakan harus dinyatakan secara singkat. c) Urutkan data, fakta dan keterangan-keterangan khas yang diperlukan d). Harus dinyatakan bagaimana set dari data diperoleh termasuk referensi yang digunakan. e). Tunjukkan cara data dilola sampai mempunyai arti dalam memecahkan masalah. f). Urutkan asumsi-asumsi yang digunakan serta luibungannya dalam berbagai fase penelitian.

4. Kesimpulan
a). Berikan kesimpulan dari hipotesa. nyatakan dua atau tiga kesimpulan yang mungkin diperoleh b). Berikan implikasi dari kesimpulan. Jelaskan bebernpa implikasi dari produk hipotesa dengan memberikan beberapa inferensi.

5. Berikan studi-studi sebelumnya yang pernah dikerjakan yang berhubungan dengan masalah.
Nyalakan kerja-kerja sebelumnya secara singkat dan berikan referensi bibliografi yang mungkin ada manfaatnya scbagai model dalam memecahkan masalah. Dari pedoman beberapn ahli di atas, maka dapal disimpulkan balnwa penelitian dengan mcnggunakan metode ilmiah sckurang-kurangnya dilakukan dengan langkah-langkah berikut:

5.1. Merumuskan serta mcndefinisikan masalah
langkah pertama dalam meneliti adalah menetapkan masalah yang akan dipecahkan. Untuk menghilangkan keragu-raguan. masalah tersebut didefinisikan secara jelas. Sampai ke mana luas masalah yang akan dipecahkan Sebutkan beberapa kata kunci (key words) yang terdapal dalam masalah Misalnya. masalah yang dipilih adalah Bagaimana pengaruh mekanisasi terhadap pendapatan usaha tani di Aceh?
Berikan definisi tentang usaha tani, tentang mekanisasi, pada musim apa. dan sebagainya

5.2. Mengadakan studi kepustakaan
Setelah masalah dirumuskan, step kedua yang dilakukan dalam mencari data yang tersedia yang pernah ditulis peneliti sebelumnya yang ada hubungannya dengan masalah yang ingin dipecahkan. Kerja mencari bahan di perpustakaan merupakan hal yang tak dapat dihindarkan olch seorang peneliti. Ada kalanya. perumusan masalah dan studi keputusan dapat dikerjakan secara bersamaan.

5.3. Memformulasikan hipotesa
Setelah diperoleh infonnasi mengenai hasil penelitian ahli lain yang ada sangkut-pautnya dengan masalah yang ingin dipecahkan. maka tiba saatnya peneliti memformulasikan hipotesa-hipolesa unttik penelitian. Hipotesa tidak lain dari kesimpulan sementara tentang hubunggan sangkut-paut antarvariabel atau fenomena dalam penelitian. Hipotesa merupakan kesimpulan tentatif yang diterima secara sementara sebelum diuji.

5.4. Menentukan model untuk menguji hipotesa
Setelah hipotesa-hipotesa ditetapkan. kerja selanjutnya adalah merumuskan cara-cara untuk menguji hipotesa tersebut. Pada ilmu-ilmu sosial yang telah lebih berkembang. scperti ilmu ekonomi misalnva. pcnguji’an hipotesa didasarkan pada kerangka analisa (analytical framework) yang telah ditetapkan. Model matematis dapat juga dibuat untuk mengrefleksikan hubungan antarfenomena yang secara implisif terdapal dalam hipotesa. untuk diuji dengan teknik statistik yang tersedia.
Pcngujian hipotesa menghendaki data yang dikumpulkan untuk keperluan tersebut. Data tersebut bisa saja data prime ataupun data sekunder yang akan dikumpulkan oleh peneliti.

5.5. Mengumpulkan data
Peneliti memerlukan data untuk menguji hipotesa. Data tersebut yang merupakan fakta yang digunakan untuk menguji hipotesa perlu dikumpulkan. Bcrgantung dan masalah yang dipilih serta metode pcnelitian yang akan digunakan. teknik pengumpulan data akan berbeda-beda. Jika penelitian menggunakan metode percobaan. misalnya. data diperoleh dan plot-plot pcrcobaan yang dibual sendiri oleh peneliti Pada metodc scjarah ataupun survei normal, data diperoleh dengan mcngajukan pertanyaan-pertanyaan kepada responden. baik secara langsung ataupun dengan menggunakan questioner Ada kalanya data adalah hasil pengamatan langsung terhadap perilaku manusia di mana peneliti secara partisipatif berada dalam kelompok orang-orang yang diselidikinya.

5.6. Menyusun, Menganalisa, and Menyusun interfensi
Setelah data terkumpul. pcneliti menyusun data untuk mengadakan analisa Sebelum analisa dilakukan. data tersebul disusun lebih dahulu untuk mempermudah analisa. Penyusunan data dapat dalam bentuk label ataupun membuat coding untuk analisa dengan komputer. Sesudah data dianalisa. maka perlu diberikan tafsiran atau interpretasi terhadap data tersebut.

5.7. Membuat generalisasi dan kesimpulan
Setelah tafsiran diberikan, maka peneliti membuat generalisasi dari penemuan-penemuan, dan selanjutnya memberikan beberapa kesimpulan. Kesimpulan dan generalisasi ini harus berkaitan dengan hipotesa. Apakah hipotesa benar untuk diterima. ataukah hiporesa tersebut ditolak.

5.8. Membuat laporan ilmiah
Langkah terakhir dari suatu penelitian ilmiah adalah membuat laporan ilmiah tentang hasil-hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut. Penulisan secara ilmiah mempunyai teknik tersendiri.

Metode Pemberian Tugas

Metode Pemberian Tugas - Dalam interaksi belajar mengajar, metode-metode memegang peranan yang sangat penting. Metode dalam kegiatan pengajaran sangat bervariasi, pemilihannya disesuaikan tujuan pengajaran yang hendak dicapai. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik bila tidak dapat menguasai satu atau beberapa metode mengajar. Olehnya itu guna pencapaian tujuan pengajaran, maka pemilihan metode dalam mengajar harus tepat. Dengan demikian diharapkan kegiatan pengajaran dan berlangsung secara berdaya guna dan bernilai guna.

Dalam proses mengajar, seorang pendidik tidak harus terpaku dengan menggunakan satu metode mengajar, akan tetapi harus menggunakan beberapa metode mengajar yang digunakan secara bervariasi agar pengajaran tidak membosankan. Sebaliknya dapat menarik perhatian siswa. Meski penggunaan metode bervariasi tidak akan menguntungkan proses interaksi belajar mengajar bila penggunaan metode tidak tepat dengan situasi pengajaran yang mendukungnya. Disinilah dituntut kompetensi guru dalam pemilihan metode pengajaran yang tepat. Oleh karena itu pemilihan dan penggunaan metode yang bervariasi tidak selamanya menguntungkan, bila guru mengabaikan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaannya.


Dalam kajian pustaka ini, penulis akan membahas salah satu metode mengajar yang sering digunakan oleh guru dalam proses interaksi belajar mengajar, yaitu metode pemberian tugas. Metode pemberian tugas adalah metode yang dimaksudkan memberikan tugas-tugas kepada siswa baik untuk di rumah atau yang dikarenakan di sekolah dengan mempertanggung jawabkan kepada guru (Abdul Kadir Munsyi Dip. Ad. Ed, tanpa tahun). Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa, guru memberikan pekerjaan kepada siswa berupa soal-soal yang cukup banyak untuk dijawab atau dikerjakan yang selanjutnya diperiksa oleh guru.

Dalam literatur yang dijelaskan bahwa pemberian tugas dapat diartikan pekerjaan rumah, tetapi sebenarnya ada perbedaan antara pemberian tugas dan pekerjaan rumah, untuk pekerjaan rumah guru menyuruh siswa membaca buku kemudian memberi pertanyaan-pertanyaan di kelas, tetapi dalam pemberian tugas guru menyuruh siswa membaca dan menambahkan tugas (Roestiyah N.K, 1989).

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa pemberian tugas adalah metode yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melaksanakan tugas berdasarkan petunjuk guru secara langsung. Dengan metode ini siswa dapat mengenali fungsinya secara nyata. Tugas dapat diberikan kepada kelompok atau perorangan.

Penggunaan suatu metode dalam proses belajar mengajar, seorang guru sebaiknya tetap memonitoring keadaan siswa selama penerapan metode itu berlangsung. Apakah yang diberikan mendapat reaksi yang positif dari siswa atau sebaliknya justru tidak mendapatkan reaksi. Bila hal tersebut terjadi maka guru sedapat mungkin mencari alternatif pemecahan masalah dengan menggunakan metode yang lain, yang sesuai dengan kondisi psikologi anak didik.

Semua guru harus menyadari bahwa semua metode mengajar yang ada, saling menyempurnakan antara yang satu dengan yang lainnya. Karena tidak ada satupun metode yang sempurna tetapi ada titik kelemahannya. Oleh karena itu penggunaan metode yang bervariasi dalam kegiatan mengajar akan lebih baik dari pada penggunaan satu metode mengajar. Namun penggunaan satu metode tidaklah salah selama apa yang dilakukan itu untuk mencapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien.

Metode pemberian tugas sebagai salah satu metode yang dikaji penulis dalam pembahasan ini tentunya juga memiliki kelemahan dan kelebihan seperti halnya dengan metode yang lain. Mengenai kelemahan dan kelebihan metode pemberian tugas adalah sebagai berikut :
Kelebihan metode pemberian tugas :

1. Baik sekali untuk mengisi waktu luang dengan hal-hal yang konstruktif.
2. Memupuk rasa tanggung jawab dalam segala tugas pekerjaan, sebab dalam metode ini anak harus mempertanggungjawabkan segala sesuatu (tugas) yang telah dikerjakan.
3. Memberi kebiasaan anak untuk belajar.
4. Memberi tugas anak yang bersifat praktis (H. Zuhairini, 1977).


Dari berbagai kelebihan-kelebihan yang telah dipaparkan di atas tentunya metode pemberian tugas juga tidak terlepas dari kelemahan-kelemahan sebagai berikut :

1. Seringkali tugas di rumah itu dikerjakan oleh orang lain, sehingga anak tidak tahu menahu tentang pekerjaan itu, berarti tujuan pengajaran tidak tercapai.
2. Sulit untuk memberikan tugas karena perbedaan individual anak dalam kemampuan dan minat belajar.
3. Seringkali anak-anak tidak mengerjakan tugas dengan baik, cukup hanya menyalin pekerjaan temannya.
4. Apabila tugas itu terlalu banyak, akan mengganggu keseimbangan mental anak (H. Zuhairini, 1977).

Dengan memahami kelebihan dan kelemahan metode pemikiran tugas di atas, tentunya akan menunjang pelaksanaan proses belajar mengajar yang dilakukan. Sebaliknya manakala guru tidak mengetahui kelebihan dan kekurangan satu metode mengajar. Maka akan menemui kesulitan dalam memberikan bahan pelajaran kepada siswa. Ini berarti guru tersebut gagal melaksanakan tugasnya mengajarnya di depan kelas.

Salah satu dampak yang sering kita lihat dari penggunaan metode yang tidak tepat yaitu ; anak atau siswa setelah diberi ulangan, sebagian besar tidak mampu untuk menjawab setiap item soal dengan baik dan benar. Akibatnya sudah dapat dipastikan bahwa prestasi belajar anak didik rendah. Di sisi lain, anak didik sering merasakan kebosanan. Situasi demikian menjadikan proses belajar mengajar menjadi kurang efektif dan kurang efisien.

B. Penerapan Metode Pemberian Tugas dalam Pengajaran IPA

Dalam proses pengajaran IPA, semua upaya yang dilakukan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan pengajarannya merupakan rangkaian proses yang menentukan pencapaian hasil pengajaran, termasuk pemilihan metode yang tepat untuk setiap pertemuan.

IPA sebagai bagian dari ilmu yang ada, merupakan ilmu yang sarat dengan dengan fakta sehingga pengajarannya menuntut kemampuan pengetahuan dari guru, disamping keterampilan pengajaran lainnya.

Penerapan metode pemberian tugas dalam proses pengajaran IPA, umumnya dimaksudkan untuk melatih siswa agar mereka dapat aktif mengikuti sajian pokok bahasan yang telah diberikan, baik di dalam kelas maupun di tempat lain yang representatif untuk kegiatan belajarnya. Tugas yang diberikan kepada siswa dapat dilakukan dengan berbagai bentuk seperti daftar pertanyaan mengenai suatu pokok bahasan tertentu, suatu perintah yang harus dibahas melalui diskusi atau perlu dicari uraiannya dalam buku pelajaran yang lain. Dapat juga berupa tugas tertulis atau tugas lisan yang lain, mengumpulkan sesuatu, membuat sesuatu, mengadakan observasi, eksperimen dan berbagai bentuk tugas lainnya. Kesemuanya itu bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses belajar mengajar.

Perlu dipahami bagi seorang guru bahwa waktu belajar siswa di sekolah sangat terbatas untuk menyajikan sejumlah materi pelajaran yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut guru perlu memberikan tugas-tugas kepada siswa diluar jam pelajaran, baik secara perorangan maupun kelompok. Dalam hubungan ini, guru sangat diharapkan agar setelah memberikan tugas kepada siswa supaya dicek atau diperiksa pada pertemuan berikutnya apakah sudah dikerjakan oleh siswa atau tidak. Kesan model pengajaran seperti ini memberikan manfaat yang banyak bagi siswa, terutama dalam meningkatkan aktivitas dan motivasi belajarnya.

Teknik pemberian tugas atau resitasi biasanya digunakan dengan tujuan agar siswa memiliki hasil belajar yang lebih mantap, karena siswa melaksanakan latihan-latihan selama mengerjakan tugas. Dari proses seperti itu, siswa dalam mempelajari sesuatu dapat lebih terintegrasi akibat pendalaman dan pengalaman siswa yang berbeda-beda pada saat menghadapi masalah atau situasi yang baru. Disamping itu, siswa juga dididik untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, aktivitas dan rasa tanggung jawab serta kemampuan siswa untuk memanfaatkan waktu belajar secara efektif dengan mengisi kegiatan yang berguna dan konstruktif.

Bagi seorang guru dalam menerapkan metode pemberian tugas tersebut diharapkan memperjelas sasaran atau tujuan yang ingin dicapai kepada siswa. Demikian halnya dengan tugas sendiri, jangan sampai tidak dipahami tidak dengan jelas oleh siswa tentang tugas yang harus dikerjakan.

Dalam penggunaan teknik pemberian tugas atau resitasi, siswa memiliki kesempatan yang besar untuk membandingkan antara hasil pekerjaannya dengan hasil pekerjaan orang lain. Ia juga dapat mempelajari dan mendalami hasil uraian orang lain. Kesemuanya itu dapat memperluas cakrawala berfikir siswa, meningkatkan pengetahuan dan menambah pengalaman berharga bagi siswa.
Sebagai petunjuk dalam penerapan metode pemberian tugas Roestiyah N.K (1989) mengemukakan perlunya memperhatikan langkah-langkah berikut:

1. Merumuskan tujuan khusus dari tugas yang diberikan.
2. Pertimbangkan betul-betul apakah pemilihan teknik pemberian tugas itu telah tepat untuk mencapai tujuan yang anda rumuskan.
3. Anda perlu merumuskan tugas-tugas dengan jelas dan mudah dimengerti.


Dalam menerapkan metode pemberian tugas seperti dikemukakan di atas, guru hendaknya memahami bahwa suatu tugas yang diberikan kepada siswa minimal harus selalu disesuaikan dengan kondisi obyektif proses belajar mengajar yang dihadapi, sehingga tugas yang diberikan itu betul-betul bermakna dan dapat menunjang efektifitas pengajaran. Berbicara lebih jauh mengenai penerapan metode pemberian tugas, seringkali diterjemahkan oleh sebahagian orang hanya terkait dengan pekerjaan rumah yang diberikan kepada siswa.

Akan tetapi sebenarnya metode ini harus dipahami lebih luas dari pekerjaan rumah karena siswa dalam melakukan aktivitas belajarnya tidak mutlak harus dilakukan di rumah, melainkan dapat dilaksanakan di sekolah, di laboratorium atau di tempat-tempat lainnya yang memungkinkan untuk menyelesaikan tugas. Sehubungan dengan ini Nana Sudjana (1989) mengemukakan bahwa; Tugas dan resitasi tidak sama dengan pekerjaan rumah, tetapi jauh lebih luas dari itu. Tugas bisa dilaksanakan di rumah, di sekolah, di perpustakaan, dan tempat lain. Tugas dan resitasi merangsang anak untuk aktif belajar diberikan secara individual atau dengan kelompok.

Penguasaan itu tidak harus selalu didiktekan oleh guru melainkan dapat berasal dari perencanaan kelompok, sehingga kelompok dapat membagi tugas kepada anggotanya secara baik menurut minat dan kemampuannya. Jelasnya bahwa penguasaan yang diberikan kepada siswa harus selalu dirumuskan dengan seksama agar tugas itu tidak terlalu memberatkan siswa dan juga tidak membosankan. Ini tidak berarti bahwa tugas itu tidak boleh sukar. Bahkan senantiasa diharapkan menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan pemberian tugas yang menantang buat siswa.

Menurut Sutomo (1993) bahwa metode pemberian tugas dapat digunakan apabila :

1. Suatu pokok bahasan tertentu membutuhkan latihan atau pemecahan yang lebih banyak di luar jam pelajaran yang melibatkan beberapa sumber belajar.
2. Ruang lingkup bahan pengajaran terlalu luas, sedangkan waktunya terbatas. Untuk itu guru perlu memberikan tugas.
3. Suatu pekerjaan yang menyita waktu banyak, sehingga tidak mungkin dapat diselesaikan hanya melalui jam pelajaran di sekolah.
4. Apabila guru berhalangan untuk melaksanakan pengajaran, sedangkan tugas yang harus disampaikan kepada murid sangat banyak. Untuk itu pemberian tugas perlu diberikan melalui bimbingan guru lain yang menguasai bahan pengajaran yang dipegang oleh guru yang berhalangan tadi.


Beberapa jenis tugas penugasan dianggap sudah ditunaikan apabila siswa telah mengerjakannya. Di sini tidak diperlukan standar minimum. Akan tetapi jika suatu keterampilan tertentu ingin dikembangkan, maka tolok ukur penilaian perlu ditentukan dan disampaikan kepada siswa, sehingga mereka berkesempatan untuk mempraktekkan keterampilan itu dengan memuaskan. Demikian pula jika penugasan itu berupa laporan atau makalah yang harus dipersiapkan, para siswa sedapat mungkin sering diberitahu apa saja target atau sasaran yang diharapkan dari mereka atau dari tugas yang diberikan, sehingga mereka memiliki cukup pedoman dalam bekerja menyelesaikan tugas-tugasnya.

Mengingat pentingnya metode pemberian tugas dalam proses belajar, sehingga dalam mencermati hal itu kalangan ahli pendidikan banyak memberikan petunjuk dan penekanan khusus yang berkaitan dengan jenis dan metode pemberian tugas kepada siswa. Kesemuanya berorientasi pada pencapaian hasil belajar yang lebih baik. Sehubungan dengan itu Tim Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya (1993) menegaskan bahwa “tugas yang harus dilakukan siswa perlu jelas. Ini berarti bahwa guru, dalam memberikan tugas, harus menjelaskan aspek-aspek yang perlu dipelajari siswa, agar siswa tidak merasa bingung apa yang harus dipentingkan jika aspek-aspek yang diperhatikan sudah jelas, maka perhatian siswa waktu belajar akan lebih dipusatkan pada aspek-aspek yang dipentingkan itu”.

Khusus dalam pengajaran IPA, metode pemberian tugas memegang peranan yang penting untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan siswa terhadap materi pelajaran. Dengan pemahaman seperti itu diharapkan siswa memiliki motivasi untuk belajar IPA secara maksimal, agar siswa mampu menghubungkan pemahaman IPA-nya dengan perkembangan yang ada.

Problem Guru dalam Pembelajaran

Masalah apakah yang paling sering dihadapi guru di dalam memberikan pelajaran? Jawabannya memang beragam, tetapi yang terbanyak adalah betapa seringkali materi pelajaran yang disampaikan kurang diserap oleh murid, bahkan tidak jarang guru merasa hampir putus asa ketika mengetahui muridnya sebagian besar kurang menyerap informasi sesuai dengan harapan, padahal sudah menggunakan metode yang sudah diajarkan dalam ilmu kependidikan.

Dalam terminologi NLP, cara berkomunikasi manusia dalam menyerap informasi pada dasarnya melalui lima indra, yaitu: penglihatan (visual), pendengaran (auditori), perabaan/perasaan (kinaesthetic), penciuman (oldfactory), dan pengecapan (gustatory) atau disingkat VAKOG. Khususnya pada tiga indera pertama, yaitu visual, auditori, dan kinestetik (VAK), dengan indera inilah jika diibaratkan manusia itu komputer, maka ketiga indera tadi merupakan input device nya sebagai channel masuknya informasi ke dalam prosesor, yang kemudian diolah atau disimpan dalam memori. Manusia pada dasarnya adalah unik, sehingga dengan keunikan tersebut menyebabkan preferensi komunikasi setiap orang berbeda. Ada yang cenderung menggunakan visual, atau auditori, atau kinestetiknya yang lebih dominan. Nah, jika seorang murid memiliki referensi visual, sementara kita menyampaikan informasi cenderung mengandalkan auditori, maka komunikasi kita tidak tersambung atau informasi tidak bisa diserap dengan baik. Bayangkan kalau sebagian besar murid ternyata memiliki referensi visual? maka, informasi yang kita sampaikan menjadi tidak efektif bagi sebagian besar murid. Di sinilah esensialnya mengenal referensi komunikasi murid, yang menentukan gaya menyerap informasi (dalam hal ini berarti gaya belajar) murid. Dalam arti kita harus mengenali dan memahami gaya belajar murid yang beragam (dalam satu kelas) dan menyesuaikan cara penyampaian informasi yang tepat, sehingga setiap murid yang memiliki keunikan gaya belajarnya terlayani secara proporsional.

Komunikasi adalah bagian terpenting dalam kehidupan kita. Komunikasi dapat menyelesaikan banyak masalah penting dalam kehidupan sehari-hari kita. Namun sebaliknya, komunikasi yang tidak efektif, dapat menimbulkan masalah besar. Sebuah keluarga menjadi harmonis karena komunikasi yang berjalan baik antar anggotanya, juga sebuah keluarga bisa menjadi berantakan, karena komunikasi yang buruk antar anggota keluarga tersebut. Komunikasi bisa terjadi antara satu orang dengan satu orang lainnya (single communication), dan antara satu orang dengan banyak orang (public communication). Inti dari komunikasi adalah pesan yang disampaikan, sedangkan nilai sebuah pesan yang efektif adalah respon penerima pesan tersebut, sehingga kalau boleh saya meringkasnya dalam sebuah rumus, maka Ke = f (P X R), dimana Ke=komunikasi efektif;P=pesan yang sampaikan; dan R=respon dari penerima pesan. Jika kita mendapat respon negatif (-), maka komunikasi akan menjadi negatif alias tidak efektif atau gagal. Dalam tulisan ini saya akan mencoba berbagi bagaimana membangun komunikasi efektif dengan menerapkan metode NLP untuk membangkitkan potensi Anda dalam berkomunikasi.

Dari sudut pandang NLP, penyampaian sebuah pesan bisa menjadi berlipat ganda efeknya apabila memanfaatkan tiga dimensi sekaligus, yaitu yang dikenal sebagai tiga V (3V):

1. Verbal: Bagaimana kata perkataan disusun; keruntutan logika dan pemilihan kata.
2. Vocal: Bagaimana mengatakan; intonasi, jeda, volume dan berat suara.
3. Visual: Bagaimana bahasa tubuh si pembicara; ekspresi muka, penggunaan gerakan tangan dan sebagainya.

Ketiganya apabila dipergunakan secara sinergis akan melipatgandakan kekuatan pesan, sedangkan jika tidak sinergis alias saling bertabrakan akan membuat pesan menjadi hilang kekuatan sama sekali. Misalnya, seseorang mengatakan bahwa ia sangat demokratis, terbuka pada ktitik, usul atau perbedaan pendapat. Tapi saat ia mengatakan demikian tangannya terlipat, dengan muka berkerut dan tanpa senyum. Bagaimana responnya? tak satu pun orang akan percaya mengenai apa yang dikatakannya. Tujuan mengemas pesan itu mirip dengan mengemas produk, yaitu bagaimana supaya tampilannya lebih menarik bagi pihak lain yang tengah dipengaruhi. Dari ketiga dimensi di atas (3V) dalam kesempatan ini hanya akan dibahas satu dimensi saja yakni dimensi verbal. Sedangkan kedua dimensi yang lain (Vocal dan Visual) akan saya tulis di kesempatan lain. Komponen penting dalam dimensi verbal ini meliputi teknis mengemas pesan yang disebut sebagai Teknik Framing dan Reframing serta penggunaan Bahasa Sugestif NLP yang berbasis pada Hypnotherapy script. Kita akan membahas teknik Framing dan Reframing terlebih dahulu, sedangkan Bahasa Sugestif NLP akan dibahas terpisah.

Sebenarnya fenomena pengemasan pesan merupakan kejadian sehari-hari. Contoh yang paling banyak melakukan ini adalah para pengiklan, motivator, politisi dan pembicara seminar, atau presenter lainnya. Dengan bantuan NLP ini sekalipun Anda tidak merasa memiliki bakat-bakat seperti mereka, kita akan memodel keunggulan mereka untuk membangkitkan potensi komunikasi Anda. Inilah kekuatan NLP, suatu pendekatan untuk memodel keunggulan orang sehingga bisa diduplikasikan secara sistematis oleh orang lain yang (merasa) tidak memiliki bakat sebelumnya.

DIMENSI VERBAL

Adalah apa yang dikatakan oleh seseorang, dalam komunikasi tertulis bisa dimaknakan sebagai apa yang dituliskan dengan kata-kata. Cukup banyak teknik NLP yang menunjang optimalisasi verbal ini, sejumlah yang akan kita pelajari di sini antara lain:

* Framing dan Reframing (membingkai kalimat)
* Milton Model (penggunaan kalimat sugestif/hipnotik, termasuk di dalamnya cara memoles data statistik)
* Meta Model (penggunaan kalimat klarifikatif).

Dalam artikel ini khusus akan dibahas mengenai teknik Framing dan Reframing, teknik Lainnya, insya Allah akan dibahas di artikel yang lain.

FRAMING

Framing adalah proses dengan sengaja membingkai suatu kalimat agar maknanya sesuai keinginan komunikator (mengeset makna). Misalnya kita hendak menyampaikan suatu berita, secara alami berita itu tidak mengenakkan/tidak memberdayakan, maka kita perlu membingkainya dengan cara mengatakan dari sudut pandang yang lebih mengenakkan hati/memberdayakan. Contoh: Coba kita ingat ketika di zaman Orde Baru, jika pemerintah ingin mengatakan “harga suatu barang naik”, maka mereka mengatakan “harganya disesuaikan”. Kata harga naik, secara otomatis menimbulkan rasa tidak berdaya, kurang senang dan resistensi. Sebaliknya kata disesuaikan lebih bermakna positif karena menuju ke arah yang baik (sesuai).

Jenis Framing

Ada beberapa jenis framing penting yang bisa kita pakai di dalam konteks komunikasi:

* Agreement Frame (AF) Sebuah cara membingkai pesan, diawali dengan cara sebelumnya menggiring kondisi pikiran pihak lain untuk masuk ke pikiran setuju, kemudian baru dibawa ke arah isu yang mau ditiupkan. Dilakukan dengan cara membicarakan suatu topik apa pun yang sudah disepakati secara bersama sebelumnya atau membingkai sesuatu hal dengan kata-kata tertentu yang membuat pihak lain cenderung lebih setuju. Contoh di atas yang dilakukan Orde Baru adalah menggunakan agreement frame, karena kata “disesuaikan” akan memicu rasa setuju, sedangkan harga dinaikkan akan memicu rasa menolak. Contoh lain: “Bertolak pada pemahaman kita bersama bahwa fungsi utama DPRD adalah untuk …….., maka kedatangan kami di sini adalah dalam rangka ….”
* Outcome Frame (OF) Merupakan varian dari agreement frame, pembingkaian dilakukan dengan cara membatasi pembicaraan dalam ruang lingkup hasil yang ingin dicapai bersama. Perbedaannya dengan agreement frame adalah, untuk outcome frame adalah membicarakan hasil yang belum terjadi dan ingin dicapai, sedangkan agreement frame adalah membicarakan tentang topik yang sudah terjadi. Contoh OF: “Tentunya kita sepakat bahwa hari ini kita memiliki tujuan yang sama dalam pertemuan ini, yakni menghasilkan kemaslahatan umat, dengan demikian ….”
* Contrast Frame (CF) Sebuah bingkai pesan yang menggunakan pendekatan ujung-ujung ekstrem suatu permasalahan. Hal yang baik dilawankan dengan keburukannya, sesuatu yang menguntungkan dilawankan dengan kerugian yang mungkin muncul, isu besar dilawankan dengan efeknya yang hanya kecil, dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk menunjukkan efek kontras dari sebuah pemikiran/keputusan. Contoh CF yang paling terkenal adalah cost benefit analysis , yang melihat kontras antara keuntungan dan kerugian yang diperoleh jika menyetujui dan jika menolak.
* As If Frame (AIF) Sebuah pembingkaian pesan dengan cara membuat pihak lain dibawa “seolah-olah merasakan dan mengalami sendiri suatu persoalan” sehingga mereka akan bisa berempati dengan suatu isu atau pesan yang disampaikan. Contoh: “Jika Anda sendiri yang menghadapi permasalahan semacam ini, apa yang akan Anda lakukan?” Selain keempat framing populer di atas, kita bisa mengembangkan berbagai frame lain sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Intinya adalah, pengemasan sebuah pesan sehingga memiliki nilai tertentu yang ditambahkan sehingga lebih dari sekedar nilai awalnya. Salah satu framing yang kerap dipakai adalah framing “manusia biasa”, framing ”Bangsa Timur yang berbudaya”, framing “Bhinneka Tunggal Eka” dan lain-lain. Hati-hati dalam memilih framing, jangan sampai menjadi demikian pasaran atau terkesan “basi”. Apapun bentuk framing yang dipakai, pada gilirannya harus membuat pesan tersebut menjadi terlihat, terdengar, dan terasa menguntungkan bagi penerima pesan.

REFRAMING

Saat kita menjumpai suatu hal sudah dimaknakan (oleh lawan bicara) secara merugikan (keberatan yang berbentuk pandangan negatif, kesan tidak berdaya, menyerang, dll), maka kita dapat melakukan framing ulang suatu kalimat. Proses ini yang disebut reframing. Proses reframing adalah secara sengaja membingkai ulang suatu kalimat sehingga memiliki makna yang betul-betul berubah secara dramatis. Dengan demikian dapat dikatakan, reframing dilakukan untuk memberikan makna ulang yang berbeda, dengan tujuan agar:

* Punya perspektif yang berbeda
* Punya pilihan tindakan lain
* Lebih membesarkan hati
* Positif thinking
* Terlepas dari keterikatan makna.

Jadi dalam hal ini, kita menggunakan reframing untuk tujuan Menghadapi Keberatan dari pihak lain saat kita mengedepankan satu pesan penting.

JENIS REFRAMING

Ada dua jenis reframing, yakni:

1. Context Reframing Mengubah kontek suatu peristiwa, sehingga terjadi pergeseran makna.
Kalimat: “Anak saya kok suka ngeyel.”
Reframing: “Nggak apa, pada saat menghadapi penipu, maka kesukaannya ngeyel akan berguna untuk menyelamatkan diri.”

2. Content Reframing Mengubah makna suatu peristiwa secara langsung, ditandai dengan kata “artinya”. •
Kalimat: “Anak saya kok suka ngeyel. ”
Reframing: “Ngeyel artinya kemampuan verbalnya berkembang baik.”


Pada dasarnya setiap orang ingin berubah, menjadi lebih baik, lebih positif, atau lebih sukses dan lebih sukses lagi dari sebelumnya. Proses perubahan tersebut biasanya kita sebut sebagai proses transformasi, menuju pencapaian ‘keinginan’ manusia. Dalam proses transformasi inilah manusia seringkali dihadapkan pada berbagai masalah dan hambatan. Untuk itu banyak cara dan pendekatan, serta pengetahuan yang dilakukan manusia untuk membantunya memecahkan masalah dan hambatan tadi. Nah, yang sangat populer saat ini adalah metode NLP. Berikut akan saya uraikan secara ringkas apa dan bagaimana NLP itu membantu manusia dalam bermetamorfosa.

Apakah NLP Itu ?

NLP atau Neuro Linguistic Programming, merupakan suatu pengetahuan yang relatif baru mengenai “manusia” yang diformulasikan pertamakalinya oleh Richard Bandler (yang saat itu adalah mahasiswa psikologi dari University of California) dan John Grinder (yang saat itu adalah seorang ahli linguistik) pada tahun 1972 sampai 1975. NLP disebut juga sebagai sebuah teknologi berpikir dan berperilaku yang pada mulanya diciptakan dan dikembangkan dengan memodel beberapa psikoterapis terkenal, seperti Milton Erickson dan Virginia Satir, serta Fritz Perls. Di samping itu, NLP juga dipengaruhi oleh seorang Antrolopologis, Gregory Bateson. Hasil karya Bandler-Grinder dituangkan dalam buku-buku awal mereka, seperti ‘The Structure of Magic I dan II’, ‘Frogs Into Princess’, dan ‘Reframing’.

Sekarang NLP telah semakin disempurnakan, bahkan telah menjadi suatu pengetahuan yang sangat dikenal di seluruh dunia. Pada saat ini definisi NLP sudah semakin meluas, di antaranya yang sering dikemukakan mengenai NLP adalah:

* The science of how the brain codes learning and experience.
* The study of the structure of subjective experience.
* An attitude and a methodology that leaves behind a trail of techniques
* A revolutionary approach to human communication and development.
* An accelerated learning strategy for the detection and utilization of patterns in the world.
* A system for describing, restructuring, and transforming a person’s meaning and cognitive understanding of the world they live in.
* A user’s manual for the brain.

Dari uraian di atas, maka dapat dimaknai bahwa NLP adalah salah satu metodologi untuk memahami pikiran manusia.

NLP tidak fokus pada bingkai masalah, tapi pada bingkai solusi. NLP fokus bukan pada kebenaran sebuah konsep, teori, atau belief, tapi pada kegunaannya. Dengan prinsip sederhana inilah, proses transformasi hidup Anda justeru jauh lebih efektif. Setelah mengenal NLP, Anda akan lebih fokus memikirkan bagaimana sesuatu itu berguna untuk membantu Anda mencapai tujuan hidup Anda, dan juga bagi orang lain. NLP sangat menekankan pada outcome atau hasil yang ingin dicapai. Inilah yang menurut Bandler membedakan NLP dengan psikologi terapan konvensional. NLP tidak menghabiskan waktu untuk menggali masalah, latar belakang, penyebab, kenapa, dan lain-lain. Kalaupun harus melihat ke belakang untuk menyelesaikan masalah, NLP hanya tertarik melihat ‘bagaimana’ masalah ini terjadi, lalu fokus pada struktur masalahnya untuk bisa diintervensi.

Pada saat kita ingin fokus pada outcome, kita fokus pada semua sumber daya yang mungkin untuk membantu kita untuk menuju outcome. Pada akhirnya, dalam menuju outcome, NLP juga menganjurkan tingginya fleksibilitas kita, dan memperluas pilihan-pilihan kita.

Program-program NLP

Sejak diperkenalkan pertama kali, NLP telah diajarkan melalui berbagai program pelatihan, di berbagai bidang. Di bidang bisnis, terapi, manajemen, kepemimpinan, komunikasi, dan lain-lain. Berbagai institusi menawarkan berbagai program, termasuk program untuk praktisi berkompetensi khusus melalui program Praktisi bersertifikasi. Selain itu beberapa institusi, juga menawarkan program aplikasi NLP yang bisa di-customized sesuai kebutuhan organisasi.

Peta Perilaku

NLP percaya bahwa setiap orang mempunyai keunikan. Tidak ada yang sama persis. Kita tidak bertindak dan berpikir berdasarkan realita, tetapi hanya berdasarkan pada persepsi kita pada realita. Peta perilaku kita tergantung dari berbagai hal seperti proses filter di pikiran kita. Dimulai dari deletion, distortion, dan generalization, dimana informasi diseleksi sesuai fokus kita, diartikan, dan digeneralisasi. Setelah itu di-filter lagi berdasarkan values kita, beliefs kita, memori kita, strategi kita, dan Meta Program (preferensi perilaku kita – yang oleh banyak orang dipersepsikan sebagai konsep kepribadian). Proses ini yang kemudian menghasilkan Peta Pikiran atau Model Dunia kita secara unik. Dari proses di atas, semua orang berhak merasa dirinya benar menurut Peta Pikirannya. Hal ini dimungkinkan karena semua orang hidup dalam Model Dunia masing-masing.

Presuposisi

Di NLP dikenal apa yang disebut sebagai Presupposition. Pengertian sederhana mengenai ini adalah prinsip atau basic belief (keyakinan dasar). Ini menyangkut kerangka berpikir dan berperilaku. Sesuatu yang kita pergunakan sebagai dasar dari pikiran dan tindakan. Dari tahun ke tahun, presuposisi tersebut terus dikembangkan. Salah satu presuposisi misalnya, ‘The Map is not the territory’ yang berarti bahwa yang kita lihat, dengar, dan rasakan, tidak mewakili keadaan atau realita. ‘There is no failure, only feedback’ misalnya, menekankan pada fleksibilitas sikap untuk menerima apa yang biasanya dianggap sebagai kegagalan, hanya sebagai masukan agar kita mengganti pendekatan kita di kemudian hari.

Tools NLP
NLP disebut juga sebagai teknologi, karena NLP mempunyai berbagai tools yang berguna. Semuanya bertujuan untuk membantu efektifitas kita. Membangun ‘Rapport’ adalah salah satu yang populer untuk berkomunikasi secara efektif. Meta Model yang merupakan tool untuk berkomunikasi secara spesifik. Meta Program untuk memahami pola pikir dan motivasi seseorang. Neurological Level untuk memetakan cara berpikir, termasuk masalah dalam pola pikir dan sikap. Selama bertahun-tahun, berbagai tools NLP telah dikembangkan. Ada ‘Parts Integration’, ‘Fast Phobia Cure’, ‘Anchor’, ‘Perceptual Position’, dan lain-lain. Semuanya bertujuan membantu efektifitas pikiran dan perilaku kita.

NLP dan Hypnotherapy
Telah dijelaskan di atas, pada saat NLP diciptakan, Bandler dan Grinder banyak memodel tiga orang tokoh di bidang ‘perubahan pikiran’ melalui hypnosis, yakni Milton Erickson, Virginia Satir dan Fritz Perls. Akibatnya warna linguistik hypnosis dalam NLP memang kental di beberapa tools NLP, karena pengaruh ini. Walau awalnya diciptakan dengan memodel hypnosis, kini hypnosis justru jauh lebih efektif apabila dilengkapi dengan tools NLP. Keduanya sekarang menjadi kesatuan yang harmonis.

Source = http://caraku-caramu-carakita.com

Pendekatan Pembelajaran Kooperatif

STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman temannya di Universitas John Hopkin, dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dan laki dan perempuan, berasal dan berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain dan atau melakukan diskusi. Secara individual setiap minggu atau setiap 2 minggu siswa diberi kuis. Kuis itu diskor, dan flap individu diberi skor perkembangan.

Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor siswa yang lalu.

Setiap minggu pada suatu lembar penilaian singkat atau dengan cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tinggi, atau siswa yang mencapai skor sempurna pada kuis-kuis itu. Kadang-kadang seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar itu. Prosedur ini akan dijelaskan lebih rinci kemudian.

Jigsaw
Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins. Dalam penerapan jigsaw, siswa dibagi berkelompok dengan 5 atau 6 anggota kelompok belajar heterogen. Materi pembelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks. Setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari bagian tertentu bahan yang diberikan itu. Sebagai contoh, jika materi yang diajarkan itu adalah alat ekskresi, seorang siswa mempelajari tentang ginjal, siswa lain mempelajari tentang hati, siswa yang lain lagi belajar tentang paru-paru, dan yang terakhir belajar tentang kulit. Anggota dan kelompok lain yang mendapat tugas topik yang sama berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut kelompok ahli. Dengan demikian terdapat kelompok ahli kulit, ahli ginjal, ahli paru-paru, dan ahli hati.

Selanjutnya anggota tim ahli ini kembali ke kelompok asal dan mengajarkan apa yang telah dipelajarinya dan didiskusikan di dalam kelompok ahlinya untuk diajarkan kepada teman kelompoknya sendiri. Gambar 2 menunjukkan hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli. Menyusul pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa itu dikenai kuis secara individual tentang materi belajar. Dalam Jigsaw versi Slavin, skor tim menggunakan prosedur skoring yang sama dengan STAD. Tim dan individu dengan skor-tinggi mendapat pengakuan dalam lembar pengakuan mingguan atau dengan cara lain.

Investigasi Kelompok (IK)
Investigasi kelompok mungkin merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Dalam perkembangan selanjutnya model ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan dan kawan-kawan dan Universitas Tel Aviv. Berbeda dengan STAD dan Jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari dan bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih berpusat pada guru. Pendekatan ini juga memerlukan mengajar siswa keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik.

Dalam penerapan IK ini guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa yang heterogen. Dalam beberapa kasus, bagaimanapun juga, kelompok dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih itu. Selanjutnya menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas. Sharan dkk (1984) telah menetapkan enam tahap IK seperti berikut ini.

1. Pemilihan topik. Siswa memilih subtopik khusus di dalam suatu daerah masalah umum yang biasanya ditetapkan oleh guru. Selanjutnya siswa diorganisasikan menjadi dua sampai enam anggota flap kelompok menjadi kelompokkelompok yang berorientasi tugas. Komposisi kelompok hendaknya heterogen secara akademis maupun etnis.
2. Perencanaan kooperatif Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas, dan tujuan khusus yang konsisten dengan subtopik yang telah dipilih pada tahap pertama.
3. Implementasi. Siswa menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan di dalam tahap kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan keterampilan yang luas dan hendaknya mengarahkan siswa kepada jenis-jenis sumber belajar yang berbeda baik di dalam atau di luar sekolah. Guru skara ketat mengikuti kemajuan hap kelompok dan menawarkan bantuan bila diperlukan.
4. Analisis dan sintesis. Siswa menganalisis dan mengevaluasi informasi yang diperoleh pada tahap ketiga dan merencanakan bagaimana inform asi tersebut diringkas dan disajikan dengan cara yang menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh kelas.
5. Presentasi hasil final. Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil penyelidikannya dengan cara yang menarik kepada seluruh kelas, dengan tujuan agar siswa yang lain saling terlibat satu sama lain dalam pekerjaan mereka dan memperoleh perspektif luas pada topik itu. Presentasi dikoordinasi oleh guru.
6. Evaluasi. Dalam hal kelompok-kelompok menangani aspek yang berbeda dan topik yang sama, siswa dan guru mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi yang dilakukan dapat berupa penilaian individual atau kelompok.

Pendekatan Struktural
Pendekatan terakhir dalam pembelajaran kooperatif telah dikembangkan oleh Spencer Kagen dkk (Kagen, 1993). Meskipun memiliki banyak persamaan dengan pendekatan yang lain, namun pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional, seperti resitasi, di mana guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas dan siswa memberikan jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk. Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif, daripada penghargaan individual.

Ada struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan perolehan isi akademik, dan ada struktur yang dirancang untuk mengajarkan keterampilan sosial atau keterampilan kelompok. Dua macam struktur yang terkenal, adalah think-pair-share dan numbered-head-together, yang dapat digunakan oleh guru untuk mengajarkan isi akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa terhadap isi tertentu. Sedangkan active listening dan time token, merupakan dua contoh struktur yang dikembangkan untuk mengajarkan keterampilan sosial. Berikut ini akan diuraikan terlebih dahulu think-pair-share.

* Think-pair-share

Strategi think-pair-share tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif dan waktu-tunggu. Pendekatan khusus yang diuraikan di sini mula-mula dikembangkan oleh Frank Lyman dkk dan Universitas Maryland pada tahun 1985. Ini merupakan cara yang efektif untuk mengubah pola diskursus di dalam kelas. Strategi ini menantang asumsi bahwa seluruh resitasi dan diskusi perlu dilakukan di dalam seting seluruh kelompok. Think-pair-share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Andaikan guru baru saja menyelesaikan suatu penyajian singkat, atau siswa telah membaca suatu tugas, atau suatu situasi penuh teka-teki telah dikemukakan. Sekarang guru menginginkan siswa memikirkan secara lebih mendalam tentang apa yang telah dijelaskan atau dialami. Ia memilih untuk menggunakan strategi think-pair-share sebagai gantinya tanya jawab seluruh kelas. Ia menerapkan langkah langkah seperti berikut ini.

Tahap -1: Thinking (berfikir)
Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.

Tahap-2: Pairing.
Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru memberi wakth 4-5 menit untuk perpasangan.

Tahap-3:
pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.

* Numberel heads together

Numberel heads together adalah suatu pendekatan yang dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dãlam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Sebagai gantinya mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat langkah seperti berikut ini.

Langkah-1: Penomoran.
Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggota 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5.

Langkah-2: Mengajukan Pertanyaan
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesffik dan dalam bentuk kalimat tanya. Misalnya “ Berapakah jumlah propinsi di Indonesia?” Atau berbentuk arahan misalnya: “Pastikanlah tiap orang mengetahui 5 buah ibu kota propinsi yang terletak di Pulau Sumatera.”

Langkah-3: Berpikir Bersama
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan flap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu.

Langkah-4: Menjawab
Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Source = http://data.tp.ac.id

Ciri-ciri Guru yang baik dan Profesional

Seorang guru yang baik harus mengetahui apa yang telah dilakukannya selama in telah berhasil atau belum, untuk mengetahui hal tersebut sebaiknya guru juga mengenali ciri-ciri seorang guru yang baik dan profesional. Berikut adalah ciri-ciri guru yang baik dan profesioanl.

1. Selalu punya energi untuk siswanya
Seorang guru yang baik menaruh perhatian pada siswa di setiap percakapan atau diskusi dengan mereka. Guru yang baik juga punya kemampuam mendengar dengan seksama.

2. Punya tujuan jelas untuk Pelajaran
Seorang guru yang baik menetapkan tujuan yang jelas untuk setiap pelajaran dan bekerja untuk memenuhi tujuan tertentu dalam setiap kelas.

3. Punya keterampilan mendisiplinkan yang efektif
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan disiplin yang efektif sehingga bisa mempromosikan perubahan perilaku positif di dalam kelas.

4. Punya keterampilan manajemen kelas yang baik
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan manajemen kelas yang baik dan dapat memastikan perilaku siswa yang baik, saat siswa belajar dan bekerja sama secara efektif, membiasakan menanamkan rasa hormat kepada seluruh komponen didalam kelas.

5. Bisa berkomunikasi dengan Baik Orang Tua
Seorang guru yang baik menjaga komunikasi terbuka dengan orang tua dan membuat mereka selalu update informasi tentang apa yang sedang terjadi di dalam kelas dalam hal kurikulum, disiplin, dan isu lainnya. Mereka membuat diri mereka selalu bersedia memenuhi panggilan telepon, rapat, email dan sekarang, twitter.

6. Punya harapan yang tinggi pada siswa nya
Seorang guru yang baik memiliki harapan yang tinggi dari siswa dan mendorong semua siswa dikelasnya untuk selalu bekerja dan mengerahkan potensi terbaik mereka.

7. Pengetahuan tentang Kurikulum
Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan mendalam tentang kurikulum sekolah dan standar-standar lainnya. Mereka dengan sekuat tenaga memastikan pengajaran mereka memenuhi standar-standar itu.

8. Pengetahuan tentang subyek yang diajarkan
Hal ini mungkin sudah jelas, tetapi kadang-kadang diabaikan. Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan yang luar biasa dan antusiasme untuk subyek yang mereka ajarkan. Mereka siap untuk menjawab pertanyaan dan menyimpan bahan menarik bagi para siswa, bahkan bekerja sama dengan bidang studi lain demi pembelajaran yang kolaboratif.

9. Selalu memberikan yang terbaik untuk Anak-anak dan proses Pengajaran
Seorang guru yang baik bergairah mengajar dan bekerja dengan anak-anak. Mereka gembira bisa mempengaruhi siswa dalam kehidupan mereka dan memahami dampak atau pengaruh yang mereka miliki dalam kehidupan siswanya, sekarang dan nanti ketika siswanya sudah beranjak dewasa.

10. Punya hubungan yang berkualitas dengan Siswa
Seorang guru yang baik mengembangkan hubungan yang kuat dan saling hormat menghormati dengan siswa dan membangun hubungan yang dapat dipercaya.

source : http://srimpi.com/ciri-ciri-guru-yang-baik-dan-profesional/

19 Nov 2009

TIK Sebagai Media Pembelajaran

Saat ini komputer bukan lagi merupakan barang mewah, alat ini sudah digunakan di berbagai bidang pekerjaan seperti halnya pada bidang pendidikan. Pada awalnya komputer dimanfaatkan di sekolah sebagai penunjang kelancaran pekerjaan bidang administrasi dengan memanfaatkan software Microsoft word, excel dan access. Dengan masuknya materi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam kurikulum baru, maka peranan komputer sebagai salah satu komponen utama dalam TIK mempunyai posisi yang sangat penting sebagai salah satu media pembelajaran.

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) mencakup dua aspek, yaitu Teknologi Informasi dan Teknologi Komunikasi. Teknologi Informasi, meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Teknologi Komunikasi merupakan segala hal yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya. Karena itu, Teknologi Informasi dan Teknologi Komunikasi adalah suatu padanan yang tidak terpisahkan yang mengandung pengertian luas tentang segala kegiatan yang terkait dengan pemrosesan, manipulasi, pengelolaan, dan transfer/pemindahan informasi antar media.
sumber : http://media.diknas.go.id/media/document/4472.pdf

Artikel Lengkap bisa Anda Download melalui link download di bawah ini
DOWNLOAD TIK Sebagai Media (PDF)